Welcome to My Blog

Rabu, 18 Januari 2012

Sehat dengan Terapi Air Putih

Sehat dengan Terapi Air Putih: AIR tidak hanya berfungsi untuk memuaskan dahaga. Tetapi, air merupakan obat yang sangat efektif untuk menjaga kesehatan, menjernihkan pi...

Selasa, 17 Januari 2012

Resume Jurnal Hayati Journal of Biosciences


RESUME JURNAL
Hayati Journal of Biosciences, December 2009, p 147-150, Vol. 16, No. 4
ISSN: 1978-3019
Dewi Apri Astuti, Irma Herawati Suparto, Dondin Sajuthi, I Nengah Budiarsa
Diakui pada 18 Maret 2009/Diterima pada 22 Desember 2009

Nutrient Intake and Digestibility of Cynomolgus Monkey (Macaca fascicularis)
Fed with High Soluble Carbohydrate Diet: A Preliminary Study

DEWI APRI ASTUTI1∗, IRMA HERAWATI SUPARTO2,3, DONDIN SAJUTHI2,3, I NENGAH BUDIARSA3
1Department of Animal Nutrition and Feed Technology, Faculty of Animal Husbandry, Bogor Agricultural University,
Darmaga Campus, Bogor 16680, Indonesia
2Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Sciencies, Bogor Agricultural University,
Darmaga Campus, Bogor 16680, Indonesia
3Primate Research Centre, Bogor Agricultural University, Darmaga Campus, Bogor 16680, Indonesia
Received March 18, 2009/Accepted December 22, 2009

ABSTRACT
High carbohydrate as obese diet is not yet available commercially for monkeys. Therefore, this preliminary study was to carry out nutrient intake and digestibility of cynomolgus monkeys (Macaca fascicularis) fed with high soluble carbohydrate diet compared to monkey chow. Five adult female macaques (average body weight 2.67 kg) were made to consume freshly diet. Commercial monkey chows (contains 3500 cal/g energy and 35% starch) were fed to three adult females (average body weight 3.62 kg). Nutrient intakes and digestibility parameters were measured using modified metabolic cages. Result showed that average of protein, fat, starch, and energy intakes in treatment diet were higher than control diet (T-test). Fat intake in the treatment diet was three times higher, while starch and energy intakes were almost two times higher than monkey chow. Digestibility percentage of all nutrients were the same in both diets except for the protein. The study concludes that the freshly prepared high sugar diet was palatable and digestible for the cynomolgus monkeys. Further studies are in progress to develop obese diet high in energy content based on fat and source of starch treatments.

Key words: Macaca fascicularis, obese, metabolic cages, intake, digestibility



ASUPAN NUTRISI DAN PERCERNAAN MAKANAN
MONYET CYNOMOLGUS (Macaca fascicularis) DENGAN DIET KARBOHIDRAT KELARUTAN TINGGI: SEBUAH STUDI AWAL

ABSTRAK
Karbohidrat tinggi sebagai diet obesitas belum tersedia secara komersial untuk monyet. Oleh karena itu, studi awal ini adalah untuk melaksanakan asupan nutrisi dan pencernaan monyet cynomolgus (Macaca fascicularis) dengan diet karbohidrat kelarutan tinggi dibandingkan dengan makanan monyet biasa. Lima kera betina dewasa (rata-rata berat badan 2,67 kg) dibuat untuk mengkonsumsi makanan segar. Makanan monyet Komersial (berisi 3500 kal/g energi dan pati 35%) yang diumpankan ke tiga betina dewasa perempuan (berat badan rata-rata 3,62 kg). Parameter asupan gizi dan pencernaan diukur dengan menggunakan kandang metabolik yang dimodifikasi. Hasil menunjukkan bahwa rata-rata asupan protein, pati, lemak, dan energi dalam diet perlakuan adalah lebih tinggi daripada diet kontrol (T-test). Asupan lemak dalam diet perlakuan tiga kali lebih tinggi, sementara asupan pati dan energi hampir dua kali lebih tinggi dari makanan monyet biasa. Persentase pencernaan dari semua nutrisi sama baik pada kedua diet kecuali untuk protein. Studi ini menyimpulkan bahwa diet gula tinggi yang baru disiapkan sangat lezat dan mudah dicerna oleh monyet Cynomolgus. Penelitian lebih lanjut sedang berlangsung untuk mengembangkan pola diet obesitas dengan kandungan energi tinggi berdasarkan lemak dan cara perlakuan pati.

Kata kunci: Macaca fascicularis, obesitas, kandang metabolik, asupan, pencernaan

PENDAHULUAN
Obesitas adalah masalah global yang disebabkan oleh sindrom metabolik dan mempengaruhi sekitar 300 juta orang di seluruh dunia  (WHO 2002). Gangguan ini dapat menyebabkan diabetes mellitus yang biasanya diikuti oleh fase obesitas. Bennet et al. (1995) melaporkan bahwa diet yang mengandung 4,2 Kalori/kg energi dan 50-70 % dari karbohidrat mudah larut (sukrosa dan dekstrin) dapat menyebabkan monyet Rhesus (Macaca mulatta) menjadi gemuk. Obesitas disebabkan oleh dua penyebab utama obesitas; faktor genetik (50-90 %) dan faktor lingkungan (misalnya makan dan tingkat aktivitas) (Chen et al.2000).

BAHAN DAN METODE
Delapan betina dewasa monyet Cynomolgus (Macaca fascicularis) dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah lima betina diberi makan dengan diet gula dan pati tinggi, sedangkan kelompok kedua terdiri tiga betina (berat rata-rata 3,62 kg) makan dengan diet kontrol (makanan monyet biasa). parameter asupan nutrisi dan pencernaan diukur dengan menggunakan kandang metabolik yang dimodifikasi. Data dianalisis menggunakan T-test untuk membandingkan nilai mean diet perlakuan dan diet kontrol (makanan monyet).

HASIL
Hasil menunjukkan bahwa rata-rata asupan protein, pati, lemak, dan energi dalam diet perlakuan adalah lebih tinggi dari diet kontrol (T-test). Asupan lemak dalam diet perlakuan tiga kali lebih tinggi, sementara asupan pati dan energi hampir dua kali lebih tinggi dari makanan monyet. Persentase pencernaan dari semua nutrisi sama baik pada kedua diet kecuali untuk protein.

PEMBAHASAN
Gula dan pati tinggi dalam diet menyebabkan asupan pakan kering tinggi. Hal ini mengakibatkan asupan lemak dalam diet perlakuan tiga kali lebih tinggi daripada diet makanan monyet (4,73 vs 1,78 g/d), sedangkan asupan pati dan energi hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan diet kontrol (39,25 vs 25,84 g/d dan 242,14 vs 129,33 Cal/d). Monyet yang diberi diet perlakuan mengkonsumsi rata-rata 242 Cal/ekor/hari. Studi peneliti menunjukkan bahwa penggunaan karbohidrat monosakarida tunggal (gula) sebagai sumber energi harus kembali dipertimbangkan daripada menggunakan tepung gandum atau makan gluten. Asupan karbohidrat mudah larut dalam diet perlakuan 150% lebih tinggi dari diet kontrol (makanan monyet) tidak menghasilkan berat tubuh yang lebih tinggi.
Persentase lemak pada diet perlakuan masih lebih rendah dari kebutuhan lemak (21 -31% ) untuk monyet gemuk. Diet primata non manusia memiliki pencernaan lebih baik daripada diet hewan peliharaan. Mc Donal dkk. (2002) telah melaporkan bahwa faktor mempengaruhi pencernaan adalah kualitas pakan hewan dan manajemen makan.
Palatabilitas diterima dengan baik dan asupan konsumsi pakan kering adalah 4% untuk kelompok perlakuan dan 3,5% untuk kelompok makanan monyet. Pencernaan pakan kering, lemak, pati, energi, dan protein dari diet perlakuan vs. diet kontrol adalah 96,63% vs 95,57% vs, 99,18% vs 96,08%, 94,81% vs 92,28%, 96,49% vs 96,08% dan 65,78% vs 86,40%.

TUGAS BIOTEKNOLOGI-ISOLASI DNA


1.      Urutkan prosedur isolasi DNA plasmid!
Jawab :
Plasmid merupakan salah satu vektor pembawa molekul DNA di dalam proses rekayasa DNA melalui teknologi DNA rekombinan. Plasmid banyak sekali digunakan dalam pengklonan DNA, karena relatif mudah dalam penanganannya. Plasmid adalah molekul DNA utas ganda sirkuler (tidak berujung) yang berukuran kecil yang terdapat di dalam sitoplasma dan dapat melakukan replikasi secara autonom.
Beberapa hal penting yang dapat menyebabkan plasmid dapat digunakan sebagai wahana (vektor) kloning, antara lain adalah :
a.       Plasmid mempunyai ukuran molekul yang kecil sehingga DNA nya lebih mudah diisolasi dan dimanipulasi;
b.      DNA-nya berbentuk sirkuler sehingga DNA akan lebih stabil selama diisolasi secara kimia;
c.       Mempunyai titik ori (origin of replication) sehingga dapat memperbanyak diri (bereplikasi) di dalam sel inang secara otonomi;
d.      Mempunyai jumlah kopi yang banyak (multiple copy) sehingga terdapat di dalam sel dalam jumlah banyak dan membuat DNA lebih mudah diamplifikasi;
e.       Mempunyai penanda seleksi, yakni gen ketahanan terhadap antibiotik tertentu sehingga lebih memudahkan dalam mendeteksi plasmid yang membawa gen tertentu.
Untuk memisahkan DNA plasmid, maka memerlukan perlakuan yang sedikit berbeda dengan prosedur di atas. Pertama, membran sel dilisis dengan penambahan detergen. Proses ini membebaskan DNA kromosom, DNA plasmid, RNA, protein dan komponen lain. DNA kromosom dan protein diendapkan dengan penambahan potasium. DNA+protein+potasium yang mengendap dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Supernatan yang mengandung DNA plasmid, RNA dan protein yang tersisa dipisahkan. Kemudian ditambahkan RNase dan protese untuk mendegradasi RNA dan protein. Akhirnya DNA plasmid dapat dipresipitasi menggunakan etanol.
Secara garis besar isolasi plasmid terdiri dari beberapa tahapan berikut :
1)      Tahap kultivasi dan harvesting
Kultivasi yaitu memberikam kesempatan bagi bakteri untuk memperbanyak diri sehingga pada saat pemanenan didapatkan plasmid dalam jumlah yang banyak.
Kultivasi dimulai dengan tahapan sebagai berikut:
a)      Bakteri ditumbuhkan pada medium LB, digojog pada suhu 370C,selama 1 malam.
b)      15 ml kultur disentrifugasi 3000 rpm,15 menit, pada suhu 40C.
c)      Supernatan dibuang, pada pellet ditambahkan 750 μl buffer lisis (100mM Tris HCl pH 8,100mM NaCl,50 mM EDTA,2% SDS ), lalu divortek.
d)     10 μl ( 10 mg/ml) Proteinase-K ditambahkan.
e)      Diinkubasi pada suhu 550C selama 30 menit.
f)       Disentrifugasi dengan kecepatan 3.000 rpm, selama 15 menit, pada suhu 40C.
g)      Dipindahkan supernatannya pada tabung eppendorf 1,5 ml.
h)      Kemudian ditambahkan 700 μl phenol, digojog pelan.
i)        Disentrifugasi 12000 rpm selama 10 menit, lapisan atas dipindahkan dalam tabung eppendorf 1,5 ml.
j)        Ditambahkan etanol dingin, perbandingan 1:1 (v/v), dicampur pelan-pelansehingga timbul benang-benang halus DNA.
k)      Benang-benang halus DNA diambil dan dicuci dengan etanol 70%.
l)        Disentrifugasi 12000 rpm, 10 menit, supernatan dibuang, pelet dikeringkan.
m)    Ditambahkan TE, hingga volume 200 ml.
Kemudian dilanjutkan dengan harvesting (pemanenan plasmid) sebanyak yang diperlukan.












Gambar 1. Tahap Kultivasi Dan Harvesting DNA Plasmid

2)      Tahap resuspensi dan lisis DNA plasmid
Lisis (pemecahan dinding sel), membran sel bakteri tersusun atas membran luar dan membran dalam, membran luar terdiri atas lipopolisakarida, protein, fosfolipid, lipoprotein, dan peptidoglikan sedangkan membran dalam tersusun atas membran fosfolipid bilayer yang juga terintegrasi protein di dalamnya (Saunders and Parkers, 1999). Secara kimia lisis dinding sel dapat dilakukan dengan menambahkan senyawa kimia seperti lisozim, EDTA (ethilendiamin tetraasetat), dan SDS (sodium dodesil sulfat). Dalam hal ini fungsi EDTA adalah sebagai perusak sel dengan cara mengikat magnesium. Ion ini berfungsi untuk mempertahankan integritas sel maupun mempertahankan aktivitas enzim nuklease yang merusak asam nukleat. Adapun SDS yang merupakan sejenis deterjen dapat digunakan untuk merusak membran sel. Ini semua menyebabkan sel menjadi lisis. Kotoran sel yang ditimbulkan akibat perusakan oleh EDTA dan SDS dibersihkan dengan cara sentrifugasi, sehingga yang tertinggal hanya molekul nukleotida (DNA dan RNA). Untuk menghilangkan protein dari larutan, digunakan phenol (mengikat protein dan sebagian kecil RNA) dan chloroform (membersihkan protein dan polisakarida dari larutan). Etanol berfungsi untuk memekatkan, memisahkan DNA dari larutan dan mengendapkan DNA.
Berikut ini adalah prosedur resuspensi dan lisis DNA plasmid:
a)      Diambil sebanyak 1-2 koloni bakteri dari lempeng agar, dipindahkan ke dalam tabung yang telah berisi 5 ml LB-medium dan antibiotik.
b)      Digojok kuat-kuat dalam shaker incubator 37oC, semalam.
c)      Disentrifugasi 12.000 rpm selama 10 menit.
d)     Supernatan dibuang, pelet diresuspensi dengan 100 ml Lysing solution 1, didiamkan dalam es selama 5 menit.
e)      Ditambahkan 200 ml Lysing solution 2, diinkubasi pada es selama 5 menit.
f)       Ditambahkan 150 ml Lysing solution 3, dicampur dengan cara membolakbalikkan, diinkubasi dalam es selama 5 menit.
g)      Disentrifus dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit.
h)      Supernatan diambil dalam filter, pellet dibuang.
i)        Ditambah phenol CIAA sebanyak volume supernatan, dicampur dengan
Vortek.
j)        Disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit.
















Gambar 2. Tahap Resuspensi Dan Lisis DNA Plasmid

3)      Tahap pemurnian DNA plasmid
Tahap pemurnian DNA plasmid meliputi proses neutralizer, presipitasi, dan pembilasan DNA plasmid. penambahan C-I dilakukan dua kali karena protein mungkin masih tersisa pada tube dari pembersihan dengan C-I pertama. Penambahan Na Asetat membuat konsentrasi garam tinggi dan single stranded RNA tidak bisa larut pada keadaan tersebut. etanol absolut dingin akan mengendapkan DNA plasmid dan juga untuk membilas dan mencuci plasmid. Penambahan garam berfungsi sebagai neutralize charge pada gula fosfat DNA. Ion-ion seperti kation (Na+ Mg2+) akan menyelimuti rantai DNA yang bermuatan negatif. Jika di dalam air, gaya elektrostatik antara ion + (Na+) dan - (DNA) masih lemah karena sebagian rantai DNA masih berikatan dengan air (ingat air memiliki 2 muatan + pada H dan - pada O). Atau dapat dikatakan air punya konstanta dielektrik yang tinggi. Fungsi penambahan pelarut organik seperti etanol adalah untuk menurunkan konstanta dielektrik tersebut atau memperbanyak ikatan DNA dengan Na+ sehingga membuat DNA lebih mudah terpresipitasi.



Tahap ini meliputi proses berikut:
a)      Lapisan atas hasil dari tahap sebelumnya diambil, ditambahkan CIAA dengan perbandingan 1:1 (v/v).
b)      Dicampur dengan vortek.
c)      Disentrifugasi 12.000 rpm selama 5 menit, kemudian lapisan atas diambil.
d)     Supernatan ditransfer ke tabung yang baru kemudian dilakukan ekstraksi dengan PCI (fenol-kloroform-isoamil alkohol) untuk memisahkan kandungan lipid-protein dengan DNA.
e)      Fase air (supernatan) yang mengandung DNA di tambah RNase dan diinkubasi pada 37°C semalam.
f)       Ditambah 1/10 volume 3M Na asetat, dan 2 kali volume ethanol absolut dingin.
g)      Dicampur dengan dibolak-balik, didiamkan dalam -20oC selama 10 menit.
h)      Disentrifugasi 12.000 rpm selama 10 menit, lalu pellet dicuci dengan ethanol 70%.
i)        Disentrifugasi 12.000 rpm selama 10 menit.
j)        Pellet dikeringkan, ditambah TE 50 μl, masukkan ke dalam tabung.
k)      Tempatkan tabung berisi DNA plasmid pada es untuk digunakan lebih lanjut pada suhu  - 200C. jika perlu DNA dapat dielektroforesis untuk menganalisis kemurnian DNA.





















Gambar 3. Tahap pemurnian DNA Plasmid

2.      Urutkan prosedur isolasi DNA darah!
Jawab :
Ada beberapa tahapan untuk melakukan isolasi DNA darah, yaitu: isolasi jaringan, pelisisan dinding dan membran sel, pengekstraksian dalam larutan, purifikasi, dan presipitasi.
1)      Tahap isolasi jaringan
Tahap pertama yang dilakukan yaitu mengisolasi jaringan yang ingin digunakan, yaitu darah. Tahap isolasi jaringan dilakukan untuk mengisolasi jaringan sel darah putih, maka darah yang masih memiliki komponen-komponen lengkap perlu dipisahkan satu dengan lainnya sehingga yang tersisa hanya sel darah putih.
2)      Tahap lisis
Tahap selanjutnya yaitu melisiskan dinding dan membran sel dengan larutan pelisis sel darah merah. Setelah dilakukan inkubasi, darah yang telah bercampur dengan pelisis sel darah merah tersebut lalu disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Selanjutnya supernatan yang terbentuk dibuang dan kemudian dilakukan ekstraksi di dalam larutan. Hal tersebut bertujuan agar didapat ekstrak nukleus sel darah putih.
Secara lebih rinci berikut prosedur tahapan ini: ke dalam tabung yang berisi darah diberikan larutan pelisis sel darah merah yang merupakan larutan hipotonis. Karena larutan tersebut hipotonis, maka akan terjadi hemolisis. Larutan pelisis sel darah merah terdiri atas EDTA (ethylenediamine tetraacetic acid) yang akan membentuk kompleks (chelate) dengan ion logam, seperti Mg2+ yang merupakan kofaktor DNAse. Selanjutnya tabung dibolak-balik denan gerakan memutar yang membentuk angka 8 agar larutan dapat menyatu dengan sempurna selama 10 menit. Darah yang telah bercampur dengan pelisis sel darah merah tersebut lalu disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Selanjutnya supernatan yang terbentuk dibuang. Untuk melisiskan membran sel dan membran nukleus sel darah putih yang terisolasi tadi, diberikan larutan pelisis sel darah putih yang terdiri atas EDTA dan SDS (Sodium Dodecyl Sulfate) yang berfungsi untuk merusak lipid pada membran sel sehingga leukosit hancur. Hal tersebut bertujuan agar didapat ekstrak nukleus sel darah putih, dan kemudian dilakukan ekstraksi di dalam larutan.
3)      Tahap purifikasi
Tahap ini bertujuan untuk membersihkan sel darah putih dari zat-zat lainnya. Ke dalam larutan tadi diberikan RNAse dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu 37°C. Hal tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan kerja enzim yang sangat dipengaruhi oleh temperatur.
4)      Tahap presipitasi
Tahap presipitasi bertujuan untuk mengendapkan protein histon, sehingga untai-untai DNA tidak lagi menggulung (coiling) dan berikatan dengan protein histon, yang menyebabkan DNA menjadi terlihat. Tahap ini dilakukan dengan cara  meneteskan larutan presipitasi protein dan kemudian divortex yang bertujuan untuk menghomogenkan larutan. Larutan presipitasi protein terdiri atas amonium asetat yang jika berikatan dengan protein mengakibatkan terbentuknya senyawa baru yang memiliki kelarutan yang lebih rendah, sehingga menyebabkan protein mengendap. Larutan tersebut kemudian disentrifugasi kembali selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Supernatan yang berisi DNA kemudian dituangkan ke dalam tabung berisi isopropanol dingin dan tabung dibolak-balik kembali dengan gerakan angka 8. Pemberian isopropanol bertujuan untuk visualisasi DNA. Selanjutnya tabung disentrifugasi kembali selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Hasil dari sentrifugasi adalah terdapatnya pelet DNA pada dasar tabung yang kemudian ditambahkan etanol 70% dan dibolak-balik kembali. Pemberian etanol bertujuan untuk membersihkan DNA dari pengotor-pengotornya. Setelah tercampur, tabung kemudian disentrifugasi kembali selama 5 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Hasil akhirnya adalah DNA yang berada pada tepi dasar tabung. Langkah akhirnya adalah dengan pemberian Tris-EDTA yang bertujuan untuk melarutkan kembali DNA untuk dipreservasi.
Selanjutnya dapat dilakukan pengukuran konsentrasi dan kemurnian dengan spektrofotometer atau disimpan pada suhu – 40C untuk penundaan identifikasi sementara, pada suhu - 200C (untuk penyimpanan selama 3 bulan), dan pada suhu – 800C (untuk penyimpanan lebih lama). Untuk pengukuran konsentrasi dan kemurnian, DNA harus diencerkan terlebih dahulu. Dengan pengeceran 1/10 menggunakan larutan DD H2O (Double Destilat H2O/aquabidest).











Gambar. Mekanisme Kerja Isolasi DNA Darah



Referensi Jawaban

Anam, K. 2010. Laporan Praktikum Rekayasa Genetika: Isolasi Dan Pemetaan DNA Plasmid. Bogor: IPB. http://khairulanam.files.wordpress.com/2010/08/laporan-1-rekgen.pdf (diakses pada 3 Agustus 2011)

Cammpbell, Neil A., Jane B. Reece, dkk. 2010. Biologi Jilid 1, Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.

Carladc, C. D. 2010. Our World: DNA. http://carladc.student.umm.ac.id/download-as-pdf/umm_blog_article_57.pdf (Diakses pada 5 Agustus 2011)

Faatih, M. Jurnal: isolasi Dan Digesti DNA Kromosom. http://eprints.ums.ac.id/1395/1/7._FATIH.pdf (Diakses pada 7 Agustus 2011)

Gaffar, S. 2007. Buku Ajar Bioteknologi Molekul. Bandung: FMIPA Kimia Universitas Padjadjaran.

Ravichandran, M. Plasmid Extraction. http://www.ppsk.usm.my/lecturers/mravi/PDF_FIles/Plasmidextraction2002.pdf (Diakses pada 3 Agustus 2011)

Qiagen Plasmid Purification Handbook. http://www.mnstate.edu/provost/Qiagen_Plasmid_Prep_Book.pdf (Diakses pada 3 Agustus 2011)