Welcome to My Blog

Selasa, 29 Maret 2011

Review Jurnal


Review Jurnal Oleh : Khairiah Ata (8106173030)
Mahasiswa Pascasarjana Biologi Unimed-2011


How Do Teachers Use Information And Communication
Technology In Biology Learning ?

(Bagaimana Guru Menggunakan ICT Dalam Pengajaran Biologi?)

 (INFORMATION & COMMUNICATION TECHNOLOGY IN NATURAL SCIENCE EDUCATION JOURNAL– 2006)

Oleh : Milan Kubiatko
Comenius University, Bratislava, Slovakia
e-mail mkubiatko@centrum.sk

Pendahuluan
Dunia pendidikan sedang mengalami kemajuan besar.  Saat ini, kebanyakan sekolah telah menggunakan proyektor overhead dengan slide yang merupakan peralatan terbaru. Integrasi ICT menjadi kebutuhan sehari-hari kehidupan dan memainkan peranan penting dalam globalisasi masyarakat. Penulis mendapati  kemungkinan ICT dan memikirkan bagaimana kondisi belajar dapat ditingkatkan dan pengajaran biologi harus menjadi lebih menarik.  Namun, saat menggunakan ICT kami mendapatkan sejumlah masalah misalnya  guru takut menggunakan ICT.  Jika guru mampu melalui rintangan ini, mereka akan menemukan kemungkinan-kemungkinan baru dalam pengajaran biologi dengan media ICT. Artikel ini membahas sudut pandang siswa terhadap bagaimana kemampuan guru dalam penggunaan ICT di sekolah tata bahasa sekunder di Slovakia.

Metodologi Penelitian
Penulis menfokuskan pada sudut pandang siswa tentang bagaimana guru menggunakan ICT. Penulis menggunakan metode bertanya (Questioner Method) untuk mengumpulkan sebagian besar data. Kuesioner menitikberatkan pada aspek yang menunjukkan bagaimana para guru menggunakan ICT dari sudut pandang siswa.  Penulis  menerima 270 kuesioner dari 9 sekolah tata bahasa sekunder.  Kuesioner dibagikan pada bulan April 2005 dan diterima pada bulan Juni 2005.

Analisis Sumber Informasi Ilmiah
Banyak penulis menghadapi masalah dengan ICT.  Sebagai contoh, Cox et al.  (2003) menunjukkan bahwa guru menggunakan ICT untuk mendiskusikan materi pelajaran, dan siswa menjadi lebih paham.  Indikator dicapai saat siswa secara individu atau kelompok dapat menerapkan perangkat lunak dalam mengerjakan tugas tertentu.  Osborne dan Hennessy (2001) melaporkan bahwa penyajian informasi dengan menggunakan ICT memiliki pengaruh yang  berdampak positif pada minat siswa belajar biologi.  Salinger (2004) menegaskan ICT dapat meningkatkan kualitas pendidikan, karena isi multimedia membantu penjelasan pelajaran dengan ilustrasi dan penjelasan konsep yang tidak dapat diakses dengan  metode pembelajaran tradisional.  ICT menawarkan akses informasi tak terbatas, yang dapat diakses kapan saja (Gilmore, 1995).  Yu (1998) menggunakan  pengajaran didukung oleh komputer dan menemukan bahwa peningkatan kinerja dan sikap siswa untuk belajar  sains menjadi lebih baik.  Soyibo dan Hudson (2000) menemukan bahwa sikap siswa secara statistik menunjukkan hasil yang signifikan terhadap pembelajaran biologi pada kelompok eksperimen (pengajaran dengan menggunakan komputer, proyektor digital dll) daripada dibandingkan dengan kelompok kontrol dimana metode ceramah dan diskusi diterapkan.  Ada contoh lain dari topik matematika,   Jabaidah (2002) menemukan siswa sekolah dasar lebih termotivasi untuk mempelajari berbagai materi jika digunakan ICT untuk mengajar.

Hasil Penelitian
Penulis menyajikan data tentang penggunaan alat dikdatik oleh guru pada tabel 1 yang menunjukkan bahwa sebagian besar siswa (75%) sekolah tata bahasa sekunder setuju bahwa sebagian besar guru menggunakan slide dan overhead projector.  Alat yang paling sering digunakan kedua adalah kaset video (34,07%).  Sebuah titik lemah adalah bahwa hanya sangat sedikit siswa yang menyebutkan penggunaan compact disc (CD) atau digital serbaguna (DVD).  Menariknya, 10% dari siswa menyatakan bahwa guru mereka tidak menggunakan alat didaktik. Pada tabel 2 ditunjukkan bahwa hampir 75% dari siswa menyatakan bahwa guru mereka menggunakan overhead  proyektor.  Yang kedua yang paling sering digunakan adalah teknik video (VCR).  Teknik ini digunakan oleh satu sepertiga guru.  Penulis menemukan deviasi statistik yang signifikan antara jawaban siswa berdasarkan jenis kelamin (VCR) (χ2 = 4,8791; p <0,05) dalam dukungan anak laki-laki.  Dan hanya 16,3% dari siswa menyebutkan bahwa guru mereka tidak menggunakan komputer ketika mengajar biologi.
  Gambar 1 menunjukkan bahwa guru menggunakan 6 CD berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan biologi.  Tapi masalahnya adalah bahwa penggunaan CD ini hanya disebutkan oleh 10% responden.  Sebagian siswa menegaskan bahwa guru mereka tidak menggunakan CD selama pelajaran biologi. Kuesioner terakhir berisi pertanyaan apakah siswa mengenal CD pendidikan biologi.  Dalam hal ini, situasi lebih baik, karena CD dikenal oleh seperempat siswa.  Tabel 3 menunjukkan bahwa CD tubuh manusia disebutkan lebih banyak (12,22%).  Penulis menemukan penyimpangan yang signifikan secara statistik pada jawaban antara jenis kelamin (χ2 = 4,9553; p <0,05) dalam dukungan anak laki-laki.
Penulis juga mencoba untuk mengetahui tujuan penggunaan ICT oleh guru.  Siswa bisa memilih satu atau lebih kemungkinan yang ada, yaitu: (a) motivasi; b) tes pengetahuan lisan; c) membuat topik baru; d) ujian final dari sebuah topic; e) guru tidak menggunakan ICT. Jawaban yang paling banyak adalah guru tidak menggunakan ICT disebutkan oleh 35,19% siswa. Gambar 2 menunjukkan bahwa persentase yang hampir sama adalah membuat topik baru.

Kesimpulan dan Diskusi
Metode kuesioner ini sama dengan yang digunakan oleh Kovac (1999) yang menemukan bagaimana siswa sekolah tinggi dievaluasi dalam penggunaan ICT dalam pengajaran kimia.  Penelitian penulis membuktikan bahwa penggunaan ICT oleh guru sangat terbatas dalam pengajaran biologi.  Hasil yang sama juga  disebutkan oleh Patterson (2000).  Alasannya adalah sebagai berikut: a) takut menggunakan ICT; b) guru tidak tahu menggunakan ICT; c) sekolah yang kurang dilengkapi dengan fasilitas ICT; d) pelajaran informatika hanya diajarkan di kelas ICT.  Yong (2003) menyebutkan bahwa ICT dapat diakses dengan mudah di sekolah namun  banyak guru hanya menggunakannya sebagai adaptasi penerapan metode pembelajaran klasik.  Kurangnya keterampilan menggunakan ICT adalah salah satu alasan mengapa para guru tidak menggunakan ICT dalam mengajar biologi.  Mereka tidak menggunakan CD biologi, karena mereka tidak tahu bagaimana menginstal sebuah program tertentu dan bagaimana menggunakannya.  Kemungkinan serupa disebutkan juga oleh Ng dan Gunstone (2002), yang menunjukkan bahwa alasan tidak menggunakan ICT adalah kurangnya perangkat lunak di sekolah.  Alasan lain ICT tidak digunakan adalah karena guru-guru tua di sekolah yang ketinggalan zaman.  ICT adalah sesuatu yang baru bagi guru yang berusia lebih dari 50 tahun.  Fakta serupa dibahas dalam artikel yang ditulis oleh Ferrero (2003) yang menyebutkan bahwa teknik modern sulit dimengerti bagi guru yang lebih tua.

Rekomendasi
Untuk meningkatkan penggunaan ICT, informasi tentang bagaimana menerapkan komputer pribadi, digital proyektor, camcorder, kamera digital, dll sangat diperlukan bagi para guru.  Untuk memenuhi tujuan ini, program pelatihan yang berbeda perlu diusahakan oleh pemerintah dan sekolah.  Selain itu, semua sekolah harus dilengkapi dengan perangkat lunak dan perangkat keras termasuk CD pendidikan biologi, membangun laboratorium ITC khusus untuk mengajar biologi dll.

Penilaian Tehadap Artikel Ilmiah
Penulis menjelaskan tujuan penelitian ini pada bab pendahuluan. Penulis menggunakan metode kuestioner untuk mengumpulkan data yang diperlukan dan menyajikan data dalam bentuk tabel dan gambar grafik yang sangat mudah dipahami oleh pembaca. Selanjutnya data dibahas secara deskriptif berdasarkan keterangan-keterangan yang diperoleh dari peneliti-peneliti lain yang membahas hal serupa. Setiap aspek kuestioner yang digunakan menunjukkan kesesuaian dengan data hasil yang ingin diperoleh untuk menjawab permasalahan yang dibahas. Saran diberikan sangat mendukung sebagai cara mengatasi ketidakmampuan guru untuk menggunakan ICT dalam pengajaran biologi. Kelemahan artikel ilmiah ini tidak dijelaskan dengan rinci cara pengolahan data dengan spesifik menggunakan chi-quadrat untuk melihat nilai deviasi signifikan statistik. Namun artikel ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi semua pihak yang ingin mengetahui atau ingin mengkaji bahasan ini lebih lanjut.

Review Jurnal


Review Jurnal oleh : Khairiah Ata (8106173030)
Mahasiswa Pascasarjana Biologi Unimed-2011



Regulation of Respiration and fermentation to Control the Plant Internal Oxygen Concentration
 (Regulasi Repirasi dan Fermentasi Untuk Mengontrol Konsentrasi Oksigen Internal Tanaman)

Ana Zabalza, Joost T. van Dongen, Anja Froehlich, Sandra N. Oliver, Benjamin Faix, Kapuganti Jagadis Gupta, Elmar Schmalzlin, Maria Igal, Luis Orcaray, Mercedes Royuela, and Peter Geigenberger
(Plant Physiology, February 2009, Vol. 149, pp. 1087-1098, www. Plantphysiol.org, American Society of Plant Biologist)

Max-Planck-Institute of Molecular Plant Physiology, D-14476 Golm-Potsdam, Germany (A.Z., J.T.v.D., A.F., S.O., B.F., K.J.G., P.G.); Departamento de Ciencias Medio Natural, Universidad Publica de Navarra, Campus Arrosadia, E-31006 Pamplona, Spain (A.Z., M.I., L.O., M.R.); University of Postdam, Institute of Chemistry, D-14476 Postdam-Golm, Germany (E.S.); and Leibniz-Institute of Vegetable and Ornamental Crops, D-14979 Grossbeeren, Germany (P.G.)

Pendahuluan
Tanaman adalah organisme  aerob obligat, dengan oksigen sebagai substrat penting untuk memproduksi energy di dalam mitokondria. Konsentrasi oksigen internal yang rendah sangat mempengaruhi metabolisme tanaman. Beberapa studi menunjukkan bahwa jalur metabolisme dalam tubuh tanaman selalu disesuaikan dengan ketersediaan oksigen internal. Dengan menyimpan energy, tanaman mengurangi permintaan konsumsi oksigen respirasi yang dapat membantu untuk menunda atau bahkan mencegah jaringan dari menjadi toksik. Jika metabolism melalui glikolisis melambat, komsumsi oksigen respirasi menurun, maka tingkat fermentasi akan mengambil alih sebagai respons terhadap kekurangan oksigen internal tanaman. Jadi konsentrasi oksigen internal tanaman dapat menurun di bawah ambang batas bahkan ketika tanaman tumbuh dalam kondisi optimal.
Glikolisis adalah bagian terpenting dalam metabolism karbohidrat dan respirasi. Piruvat berfungsi sebagai kunci metabolic yang menghubungkan glikolisis dalam sitosol dengan respirasi mitokondria. Dalam respirasi aerob, piruvat diangkut ke dalam mitokondria dan teroksidasi melalui siklus asam trikarbolik (TCA) atau siklus krebs menjadi asam organic dan NADH. Selain itu piruvat memiliki potensi regulasi, yang ditunjukan bahwa oksidase alternative (AOX) bisa menjadi lebih aktif dengan kehadiran asam α-keto seperti piruvat sehingga mempengaruhi efisiensi produksi ATP per unit oksigen dalam respirasi. Dalam kondisi darurat, piruvat dapat dikonversi menjadi etanol oleh dekarboksilase piruvat (PDC) dan alcohol dehidrogenase (ADH) atau laktat oleh laktat dehidrogenase. Piruvat juga berfungsi sebagai substrat sintase acetolactate, yang merupakan enzim pertama yang harus ada untuk biosintesis dari rantai bercabang asam amino Val, Leu, dan Ile. Penghambatan sintase acetolactate oleh herbisida menyebabkan fermentasi aerobic pada tanaman.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui regulasi respirasi dan hubungannya dengan konsentrasi oksigen internal tanaman. Untuk menyelidiki ini, peneliti mengubah konsentrasi oksigen dari larutan nutrisi hidroponik pada tanaman kacang (Pisum sativum) dan menguji pengaruh beberapa gula asam organic. Peneliti juga mengukur konsentrasi oksigen internal akar serta status energy dalam jaringan yang berhubungan langsung dengan laju konsumsi oksigen oleh jalur sitokrom c dan AOX. Hasil yang diteliti berkaitan langsung dengan fungsi dan regulasi metabolism fermentasi.

Bahan dan Metode
Bahan yang digunakan adalah tanaman kacang (Pisum sativum) yang ditanam secara hidroponik. Larutan nutrisi terus menerus diaerasi dan diganti setiap 4 hari untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan ganggang yang berlebihan dalam larutan. Untuk percobaan, digunakan tanaman yang berumur 12 hari. Suc, GLC, piruvat, dan suksinat dicampurkan ke dalam larutan nutrisi pada konsentrasi 8 mM. Hipoksia diterapkan dengan mengaerasi larutan nutrisi dengan campuran gas oksigen dan nitrogen yang disertakan CO2 0,035% untuk mencapai konsentrasi oksigen maksimal dalam larutan nutrisi 25% dari udara saturasi. Pengambilan sampel dilakukan di tengah-tengah periode cahaya. Konsentrasi piruvat dalam larutan nutrisi dievaluasi untuk mempelajari stabilitas larutan nutrisi. Kegiatan respirasi akar ekotipe Kol-0 dari Arabidopsis (Arabidopsis thaliana) diamati pada pertumbuhan materi hidroponik. Untuk ini, permukaan biji disterilkan dengan etanol 70% dan sodium hipoklorit 10% dan dibilas beberapa kali dengan air suling sebelum disemai pada tempat khusus dalam baki polysteren yang direndam dalam larutan nutrisi. Benih diinkubasi selama 3 hari pada suhu 40C dalam gelap sebelum baki dipindahkan ke phytotron dan ditempatkan dalam sebuah tangki 101 yang diisi larutan nutrisi dua kali seminggu. Setelah 3 minggu kemudian, akar tanaman diambil untuk mengamati konsumsi oksigen respirasi. Untuk penentuan produksi etanol Arabidopsis, bibit dipindahkan dari pelat ke media cair yang mengandung oksigen 21% atau 1%. Konsentrasi etanol dari media inkubasi diukur setelah inkubasi semalam. Pengamatan dilakukan meliputi pengukuran konsentrasi oksigen, pengukuran laju respirasi (konsumsi oksigen respirasi), pengukuran aktivitas enzim dan metabolism, serta protein total diisolasi dari akar beku dalam cairan nitrogen untuk diamati dengan menggunakan metode western blots untuk mendeteksi protein pada jaringan tanaman.

Hasil dan Pembahasan
Konsentrasi oksigen akar di bawah kondisi hipoksia dan setelah pemberian piruvat menunjukkan bahwa adanya hipoksia pada akar dengan konsentrasi oksigen internal rendah hanya sekitar 40% dari udara normal jenuh. Dalam kondisi hipoksia, saat konsentrasi oksigen dari larutan nutrisi diturunkan menjadi 25% dari nilai jenuh udara normal, konsentrasi oksigen internal menurun dari 40% menjadi 20%. Hal ini tidak mempengaruhi kelangsungan hidup tanaman kacang. Ternyata ada mekanisme yang memungkinkan jaringan tanaman untuk meminimalkan penurunan konsentrasi oksigen internal ketika pasokan oksigen berkurang. Sebaliknya, tanaman yang diberikan 8 piruvat mM dalam larutan nutrisi menunjukkan oksigen internal yang drastic dibandingkan dengan kontrol, dan pusat akar menjadi toksik meskipun larutan nutrisi terus menerus diaerasi dan konsentrasi oksigen bagus dari perlakuan hipoksia. Setelah beberapa hari, tanaman yang diberi piruvat mengalami pengurangan laju pertumbuhan dan setelah 3 minggu, tanaman tersebut mati.
Regulasi respirasi di bawah kondisi hipoksia dan setelah pemberian piruvat menunjukkan penambahan gula tidak memiliki efek stimulasi pada respirasi, sedangkan pemberian piruvat atau suksinat meningkatkan konsumsi oksigen 2-3 kali lipat. Konsumsi oksigen di bawah kondisi hipoksia menurun secara signifikan dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Hipoksia respirasi diukur pada potongan akar yang telah diinkubasi dalam baki dengan konsentrasi oksigen 25% dari batas jenuh udara. Penghambatan respirasi di hipoksia mungkin dikaitkan dengan respon adaptif metabolic untuk menghemat oksigen saat ketersediaannya menjadi terbatas. Setelah pengamatan pada akar Arabidopsis (Arabidopsis thaliana), ternyata resistensi difusi oksigen tidak mempengaruhi respon adaptif respirasi untuk hipoksia. Pemberian piruvat dan suksinat untuk akar menghasilkan peningkatan laju konsumsi oksigen pada semua konsentrasi oksigen yang diukur. Data menunjukkan bahwa laju respirasi juga tergantung pada konsentrasi oksigen eksternal.  
Regulasi AOX dan COX di bawah hipoksia menunjukkan penurunan respirasi sedikit demi sedikit hingga mencapai nol akibat dari penentuan respon adaptif untuk hipoksia dengan pemberian inhibitor COX dan untuk AOX dengan penambahan 20 mM asam salicylhydroxamic. Hal ini mungkin bisa dijelaskan sama dengan mekanisme yang menyebabkan penurunan respirasi pada konsentrasi oksigen di bawah 20% dari udara jenuh seperti yang diamati untuk akar yang tidak dirawat dengan SHAM. Jalur sitokrom c mengalami perubahan dalam hipoksia tergantung pada kondisi, hingga akhirnya mencapai aktivitas nol ketika oksigen habis.
Induksi aktivitas fermentasi diamati pada akar tanaman kacang yang telah dikurangi konsentrasi oksigen internalnya dengan member perlakuan pada akar dengan larutan nutrisi hipoksia (25% udara jenuh) atau melalui regulasi konsumsi oksigen respirasi setelah pemberian piruvat selama 1-2 hari. Aktivitas fermentasi dievaluasi dengan mengukur sari enzim serta mendeteksi protein dengan menggunakan metode western blots dan pengukuran akumulasi etanol dan asetalhida di akar. Peningkatan konsumsi oksigen respirasi serta peningkatan kadar etanol dalam akar setelah pemberian piruvat adalah indikasi yang jelas yang menunjukkan adanya penyerapan piruvat oleh metabolism akar. Pengamatan induksi fermentasi kadang bisa tertunda dalam akar yang diberi piruvat meskipun konsentrasi oksigen eksternal sangat rendah dibandingkan di akar yang diberi perlakuan hipoksia, hal ini menunjukkan bahwa pemberian piruvat melemahkan sinyal yang mengatur fermentasi ketika kadar oksigen rendah. Piruvat adalah subtract utama untuk fermentasi tanaman. Ketersediaan piruvat mempengaruhi konsumsi oksigen respirasi serta konsentrasi oksigen internal. Fermentasi tidak hanya berfungsi untuk regenerasi NAD dari NADH untuk menjaga tetap berlangsungnya glikolisis, tetapi juga membantu menurunkan kadar piruvat sehingga mencegah induksi konsumsi oksigen oleh piruvat.
Tanaman tidak memiliki distribusi yang efisien untuk oksigen ke seluruh jaringannya. Oleh karena itu, oksigen internal bisa mencapai konsentrasi yang sangat rendah. Regulasi respirasi oleh oksigen rendah melibatkan 2 komponen yang berbeda-beda pada tanaman dalam kondisi normal, yaitu ketika konsentrasi oksigen eksternal berkurang, maka konsentrasi oksigen internal turun 2 kali lipat. Fungsi paling terkenal dari metabolism fermentasi adalah untuk mendaur ulang NADH ke NAD untuk menghindari menipisnya kadar NAD dalam sitosol dan menghambat glikolisis ketika fosforilasi oksidatif terbatas. Karena semua menggunakan jalur fermentasi piruvat sebagai substrat awal, fluks glikolitik dipertahankan untuk menjaga produksi ATP melalui glikolisis.

Kesimpulan
Dari data yang didapatkan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa konsentrasi oksigen internal tanaman diatur dengan menyesuaikan aktivitas respirasi dari jaringan dengan ketersediaan oksigen sebenarnya. Hal ini adalah respon adaptif untuk menunda atau mencegah anoksia dalam jaringan ketika ketersediaan oksigen menurun. Penurunan aktivitas respirasi sebagai fungsi konsentrasi oksigen dapat digambarkan oleh dua tahap yang berbeda. Dua tahap ini dapat dilihat selama reaksi adaptif: suatu penurunan linear awal respirasi diikuti oleh penghambatan nonlinear di mana tingkat respirasi menurun semakin cepat pada penurunan ketersediaan oksigen; dan berbeda pada jalur sitokrom c, penghambatan jalur alternative oksidase hanya menunjukkan komponen linear dari respon adaptif. Hal ini menunjukkan bahwa ada lebih dari satu mekanisme pengaturan yang ada. Berbeda dengan COX, yang menunjukkan respon biphasic untuk hipoksia, yang penurunan aktivitas AOX ketika ketersediaan oksigen turun berhubungan linear terhadap konsentrasi oksigen. Hal ini menunjukkan bahwa berbagai terminal oksidase dari rantai transport electron mitokondria mekanisme regulasi yang berbeda untuk menyesuaikan kegiatan respirasi dengan konsentrasi oksigen. Selanjutnya hasil percobaan juga menunjukkan bahwa mekanisme untuk menyesuaikan konsumsi oksigen dan dengan demikian konsentrasi oksigen internal yang terkait dengan ketersediaan piruvat. Selain itu, dalam kondisi aerobic, fermentasi metabolism memainkan peranan penting dalam menjaga keseimbangan kadar piruvat dalam sel. Bukti menunjukkan bahwa status energy jaringan mempengaruhi induksi enzim fermentasi pada konsentrasi oksigen rendah.

Penilaian Tehadap Jurnal
Peneliti tidak menjelaskan tempat dan waktu diadakannya penelitian ini dan data yang didapat disajikan dalam bentuk grafik yang menarik dan dibahas secara deskriptif. Kelemahan jurnal ini tidak dijelaskan cara pengukuran dan pengolahan data dengan spesifik. Namun jurnal ini dapat dijadikan sebagai referensi utama bagi semua pihak yang memiliki kepentingan, khususnya bagi yang berkecimpung dalam penelaahan dan penelitian studi lebih lanjut tentang regulasi respirasi dan fermentasi untuk mengontrol konsentrasi oksigen internal tanaman.





Hakikat Biologi dan Pendidikan Biologi

Makalah Filsafat
HAKIKAT BIOLOGI DAN PENDIDIKAN BIOLOGI

oleh : Khairiah Ata (8106173030)
Mahasiswa Pascasarjana Unimed Medan-2011


BAB I
PENDAHULUAN
 
1.1  Latar Belakang
NOS (Nature of Science) adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan ilmu yang bersifat natural (alam), biasanya telah digunakan untuk merujuk pada epistemologi ilmu, ilmu sebagai cara mengetahui, atau nilai-nilai dan keyakinan yang melekat dengan perkembangan pengetahuan ilmiah.  Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu yang besar, kepastian dimulai dengan rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Pengetahuan adalah persepsi subyek (manusia) atas berbagai obyek yang ada di alam semesta tanpa penyelidikan lebih lanjut. Pengetahuan hanya terbatas pada apa yang diketahui saja. Kebenaran dari pengetahuan perlu dipertanyakan kembali.
Ilmu merupakan pengetahuan yang kita pelajari sejak mulai bangku  sekolah dasar sampai pendidikan tinggi. Ilmu pengetahuan adalah serangkaian pengetahuan yang diperoleh melalui kegiatan penyelidikan, pengalaman (empiris) dan percobaan (eksperimen) yang didukung oleh bukti nyata serta dapat dipertanggung jawabkan secara rasional. Ilmu pengetahuan membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris. Jadi, terlihat jelas perbedaan antara pengetahuan (knowledge) dengan ilmu pengetahuan (science).
Perkembangan ilmu pengetahuan merupakan salah satu prestasi besar dari pikiran manusia. Tanpa pengetahuan tentang perkembangan atau pertumbuhan ilmu adalah sukar untuk mengerti sejarah modern dewasa ini. Kesemua hal ini merupakan kemajuan dari proses berpikir manusia yang berhubungan dengan filsafat. Sehingga pada masa sekarang kita mengenal adanya filsafat ilmu pengetahuan.
Dalam makalah  ini akan dibahas tentang hakikat biologi dan pendidikan biologi dalam kerangka NOS (Nature of Science).

1.2  Tujuan Penulisan Makalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Biologi dan Bioetika.
2.      Memahami hakikat biologi dan pendidikan biologi dalam kerangka NOS (Nature of Science).

1.3  Manfaat Penulisan Makalah
Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah ;
1.      Sebagai bahan informasi bagi penulis dan pembaca tentang hakikat biologi dan pendidikan biologi dalam kerangka NOS (Nature of Science).
2.      Sebagai informasi tambahan dalam mata kuliah filsafat biologi dan bioetika.
 
BAB II
PEMBAHASAN

 2.1      Hakikat Biologi
2.1.1 Pengertian Biologi
Biologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “bios” yang artinya hidup dan “logos” yang artinya ilmu. Jadi, biologi adalah ilmu yang mempelajari sesuau yang hidup beserta masalah-masalah yang menyangkut kehidupan.
Objek kajian biologi sangat luas dan mencakup semua makhluk hidup. Karenanya dikenal berbagai cabang ilmu biologi yang mengkhususkan diri pada kajian tertentu yang lebih spesifik, di antaranya anatomi, anastesi, zoologi, botani, bakteriologi, parasitologi, ekologi, genetika, embriologi, entomologi, evolusi, fisiologi, histologi, mikologi, mikrobiologi, morfologi, paleontologi, patologi, dan lain sebagainya.

2.1.2 Biologi Dalam perspektif Ilmu
Pada dasarnya cabang-cabang ilmu berkembang dari dua cara utama yakni filsafat alam yang kemudian menjadi rumpun ilmu-ilmu alam (the natural sciences) dan filsafat moral yang kemudian berkembang menjadi ilmu-ilmu social (the social sciences). Ilmu-ilmu alam membagi diri kepada kedua kelompok lagi yaitu ilmu alam (the physical sciences) dan ilmu hayat (the biological sciences). Ilmu alam bertujuan mempelajari zat yang membentuk alam semesta yang terbagi lagi menjadi fisika (mempelajari massa dan energy), kimia (mempelajari substansi zat), astronomi (mempelajari benda-benda langit), dan ilmu bumi.
Aristoletes (384-322 SM) adalah seorang ilmuwan dan filosof Yunani yang dipercayai sebagai perintis ilmu biologi. Ia telah mempelajari tentang 500 jenis hewan dengan sistem klasifikasinya, hal ini memberi pengaruh yang besar pada pemikiran dalam perkembangan ilmu-ilmu biologi (Salam, 1997).
Ilmu biologi banyak berkembang pada abad ke-19, dengan ilmuwan menemukan bahwa organisme memiliki karakteristik pokok. Biologi kini merupakan subyek pelajaran sekolah dan universitas di seluruh dunia, dengan lebih dari jutaan makalah dibuat setiap tahun dalam susunan luas jurnal biologi dan kedokteran. Hal ini juga mendukung perkembangan ilmu pendidikan biologi, yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bagaimana hubungan pendidikan dengan biologi, bagaimana cara mempelajari dan mengajarkan biologi dengan baik dan benar, baik pada instusi pendidikan formal maupun non formal.
Biologi menduduki posisi sangat strategis dan mempunyai kedudukan unik
dalam struktur keilmuan. Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan alam atau natural
science, biologi mempunyai kesamaan dengan cabang atau disiplin lainnya dalam
sains, yaitu mempelajari gejala alam, dan merupakan sekumpulan konsep-prinsip- teori (produk sains), cara kerja atau metode ilmiah (proses sains), dan di dalamnya terkandung sejumlah nilai dan sikap. Sebagai bagian dari ilmu-ilmu yang mempelajari manusia, biologi berbeda dari sosiologi atau psikologi. Biologi mempelajari struktur-fisiologi dan genetika manusia. Sosiologi mempelajari aspek
hubungan sosial antar manusia, sedangkan psikologi aspek perilaku dan kejiwaan
manusia.

2.2      Pendidikan Biologi
2.2.1   Pengertian Pendidikan
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani, Paedagogy, yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar seorang pelayan. Sedangkan pelayan yang mengantar dan menjemput disebut paedagogos. Dalam bahasa Romawi, pendidikan diistilahkan dengan educate yang berarti mengeluarkan sesuatu sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa Inggris, pendidikan diistilahkan  to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual (Suwarno, 2006).
Pendidikan pada hakikatnya adalah proses memanusiakan manusia muda
(Hartoko, 1985; Dryarkara, 2006). Melalui pendidikan banyak aspek diharapkan
akan dapat dicapai. Proses pendidikan merupakan proses aktif, yang dilakukan
oleh peserta pendidikan dengan kesadaran untuk menjadi mandiri dan bertanggung jawab penuh terhadap dirinya dan terhadap masyarakat. Secara
gamblang Dyarkara  mendefinisikan mendidikan sebagai pertolongan atau pengaruh yang diberikan oleh oranga yang bertanggung jawab kepada anak suaya anak menjadi dewasa. Dalam pendidikan terjadi hidup bersama dalam kesatuan yang memungkinkan terjadi pemanusiaan anak. Dengan pendidikan terjadi pelaksanaan nilai-nilai dan manusia berproses untuk akhirnya bisa membudaya (melaksanakan) sendiri sebagai manusia purnawan (Dryarkara, 2006). 

2.2.2  Pendidikan Sebagai Disiplin Ilmu
Para ahli memberikan beragam pengertian ilmu pendidikan. Carter V. Good (1985) dalam Suwarno (2006) berpendapat bahwa ilmu pendidikan adalah suatu bangunan pengetahuan sistematis yang mencakup aspek-aspek kuantitatif dan objektif dari proses belajar, dan juga menggunakan insrumen secara seksama dalam mengajukan hipotetis-hipotesis pendidikan untuk diuji berdasarkan pengalaman yang sering kali dalam bentuk eksperimen.
Ilmu pendidikan adalah  ilmu yang membahas fenomena pendidikan dalam perspektif luas dan integrative. Dalam perspektif luas, pendidikan merupakan upaya memanusiakan manusia agar menjadi manusia yang sebenar-benarnya manusia. Dalam arti integrative, pendidikan dikaji secara historis, sosiologis, psikologis, dan filosofis. Upaya pendidikan mencakup seluruh aktivitas pendidikan, sekaligus pemikiran sistematisnya.
Ilmu pendidikan diarahkan kepada perbuatan mendidik yang mempunyai tujuan, dan tujuan itu ditentukan oleh nilai normative  yang dijunjung tinggi oleh seseorang. 

2.2.3  Substansi Pendidikan dan Biologi
Dalam mempertahankan hidupnya di alam, manusia pada awalnya sangat
bergantung pada lingkungan. Manusia mengambil semua keperluan hidupnya dari
lingkungan di sekitarnya. Apabila lingkungan setempat sudah tidak mendukung
keperluannya, manusia mulai berpindah membuka tempat baru. Selanjutnya manusia mulai memanfaatkan lingkungannya.
Manusia mencoba bercocok tanam dan beternak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan manusia mulai mengawetkan bahan-bahan makanan yang berlebih untuk disimpan sebagai cadangan makanan dan digunakan apabila diperlukan., atau mengadakan tukar menukar bahan makanan tersebut sehingga manusia dapat menikmati bahan olahan dengan sesamanya. Setelah memberdayakan lingkungan, manusia mulai mengubah lingkungan untuk kebutuhannnya sendiri. Manusia mulai membawa taman ke dalam rumahnya, atau bahkan membawa ”hutan kecil” di lingkungan kediamannya. Manusia mulai melupakan hubungannya dengan alam atau lingkungan. Manusia memandang dirinya terpisah dari lingkungannya. Manusia lupa dengan daya dukung alam atau lingkungan. Dengan bercocok tanam satu jenis tanaman tertentu, manusia mulai mengubah ligkungan menjadi homogen. Oleh karena hama mulai menyerang tanaman produksi, manusia mulai menggunakan pestisida untuk memberantasnya. Manusia memasukkan ”zat & energi” ke dalam ekosistem alami. Manusia mulai mengganggu lingkungan dan ekosistem alami dengan produk-produk buatan manusia berupa pupuk buatan, insektisida, pestisida dan banyak lagi bahan lainnya. Mulai terjadi ketidakseimbangan dan manusia juga yang mengalaminya. Longsor, banjir, kekeringan terjadi di mana-mana. Akibatnya lingkungan manusia tidak lagi memberikan kenyamanan, karena ulah manusia yang mengubah lingkungan.
Pendidikan biologi mestinya memberikan andil dalam perkembangan biologi dari waktu ke waktu. Pengenalan berbagai organisme yang berguna diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Karena yang dikenal manusia banyak, pengetahuan tersebut perlu dikelompokkan sehingga berkembang taksonomi dan sistematik. Selanjutnya manusia mempelajari biofungsi, bioperkembangan, dan bioteknologi. Manusia memperoleh banyak manfaat dari semua itu, tetapi pendidikan biologi perlu membekali biomanajamen dan bioetika agar penerapan pengetahuan di lingkungannya membawa arah pemberdayaan berkelanjutan. Seyogianya pendidikan biologi memberi siswa bekal keterampilan, pengetahuan dan persepsi yang dilandasi kesadaran akan pentingnya etika dalam mengolah bahan di lingkungannya. Manusia hendaknya menjadi pemelihara keanekaragaman dan fungsi lingkungan agar manusia tetap dapat mengambil manfaat dari keanekaragaman dan lingkungan tetap dapat mendukung kehidupan manusia pada masa kini, maupun pada masa yang akan datang. Jadi dari semua itu sebenarnya pendidikan biologi atau bioedukasi yang perlu berperan agar lingkungan dan alam tetap bersahabat dengan manusia.
Jadi pendidikan biologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bagaimana hubungan pendidikan dengan biologi, bagaimana cara mempelajari dan mengajarkan biologi dengan baik dan benar, baik pada instusi pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan untuk pengajaran Biologi perlu dan dapat dimuati unsure pembentukan karakter melalui pengembangan sikap ilmiah (scientific attitude). Beberapa jenis sikap ilmiah yang dapat dikembangkan melalui pengajaran sains antara lain meliputi: curiosity (sikap ingin tahu), respect for evidence (sikap untuk senantiasa mendahulukan bukti), flexibility (sikap luwes terhadap gagasan baru), critical reflection (sikap merenung secara kritis), sensitivity to living things and environment (sikap peka/ peduli terhadap makhluk hidup dan lingkungan). Cara pengajaran dapat diintegrasikan dengan penyisipan dan penanaman nilai-nilai sains di dalamnya. Nilai-nilai yang dimaksud antara lain adalah nilai praktis, nilai intelektual, nilai religius, nilai sosial-ekonomi, dan nilai pendidikan.
            2.2.4 Tujuan Pendidikan Biologi
            Tujuan pendidikan biologi dapat dijabarkan  sebagai berikut:
a)    Menumbuhkan kebiasaan membaca literasi ilmiah dan bahasa
Rendahnya pengetahuan dan penguasaan ilmu dipengaruhi oleh kebiasaan membaca dan menguasai bahasa. Habits of reading dan habits of mind memberikan kontribusi penting dalam pengembangan diri dan pengembangan ilmu selanjutnya. Dalam pendidikan di Jepang dan kini sedang disebarluaskan di Indonesia di sekolahsekolah menengah pertama di tiga daerah (Sumedang, Bantul, Pasuruan) guruguru saling belajar melalui observasi pada lesson study. Melalui observasi pada saat lesson study, guru-guru pengamat belajar bagaimana rencana pembelajaran yang dirancang bersama diimplementasikan, bagaimana siswa belajar berdasarkan rancangan bersama, dan bersama-sama pula mereka melakukan refleksi member masukan untuk menyempurnakannya. Terbentuknya masyarakat belajar (learning society) merupakan salah satu tujuan diadakannya lesson study.
 b)   Menumbuhkan kebiasaan untuk berpikir kritis dan ilmiah
Pembelajaran biologi bisa memotivasi generasi muda untuk berpikir kritis dan memaksimalkan fungsi otak untuk memahami ilmu yang dipelajari.
c)    Menumbuhkan sikap ilmiah dan kerja ilmiah
Dari sejumlah sikap ilmiah yang dikemukakannya beberapa sikap sangat penting untuk pembentukan karakter anak bangsa. Sikap yang dimaksud adalah kemelitan (curiosity), sikap untuk senantiasa mendahulukan bukti (respect for evidence), luwes terhadap gagasan baru (fllexibility), merenung secara kritis (critical reflection), dan yang paling penting adalah peka/ peduli terhadap makhluk hidup dan lingkungan (sensitivity to living things and environment). Sikap ilmiah tersebut dikembangkan melalui pembelajaran sains pada pendidikan dasar dan menengah. Di tingkat pendidikan tinggi khususnya di jurusan-jurusan life sciences sikap ilmiah sangat potensial untuk membekali pengembangan karakter mereka.
d)   Meningkatkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
Selain sikap ilmiah yang telah dibahas di atas, pada setiap kurikulum sains sikap mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa menjadi rujukan perumusan tujuan atau kompetensi. Dengan kata lain selain sikap ilmiah, diharapkan dikembangkan juga pengembangan nilai-nilai dalam pembelajaran sains, baik berupa nilai religius, nilai praktis (manfaat), maupun nilai intelektual.
e)    Pendidikan biologi sebagai bekal hidup
Tidak kalah pentingnya adalah penggunaan pengetahuan dan pandangan biologi dalam mempersiapkan generasi yang akan datang. Pengetahuan tentang gizi, perkembangan janin dalam rahim, replikasi DNA beserta kerusakan dan perbaikannya, sintesis protein dan masih banyak lagi yang lainnya diperlukan untuk mendidik manusia yang bermoral atau beretika dan saleh. Rekayasa genetic dan bioteknologi yang menurut Callahan (dalam Shanon, 1985; dalam Rustaman, ) termasuk  teknologi perbaikan perlu didampingi dengan bioetika. Biologi sering dianggap kurang mengembangkan proses berpikir. Temuan dalam biologi masih belum banyak diterapkan dalam dunia pendidikan. Penerapan bioetika dalam pendidikan sains sudah merupakan suatu keharusan sebagaimana dikemukakan oleh Capra (dalam Rustaman, 2002).
 
BAB III
PENUTUP
 
3.1   Kesimpulan
Biologi menduduki posisi sangat strategis dan mempunyai kedudukan unik
dalam struktur keilmuan. Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan alam atau natural science, biologi mempunyai kesamaan dengan cabang atau disiplin lainnya dalam sains, yaitu mempelajari gejala alam, dan merupakan sekumpulan konsep-prinsip- teori (produk sains), cara kerja atau metode ilmiah (proses sains), dan di dalamnya terkandung sejumlah nilai dan sikap.
Ilmu pendidikan adalah  ilmu yang membahas fenomena pendidikan dalam perspektif luas dan integrative. Dalam perspektif luas, pendidikan merupakan upaya memanusiakan manusia agar menjadi manusia yang sebenar-benarnya manusia. Dalam arti integrative, pendidikan dikaji secara historis, sosiologis, psikologis, dan filosofis. Upaya pendidikan mencakup seluruh aktivitas pendidikan, sekaligus pemikiran sistematisnya.

3.2   Saran
Perlu pengkajian lebih lanjut tentang substansi pendidikan dan biologi sehingga pembelajaran biologi dapat berlangsung dengan baik. Disarankan kepada para orangtua memiliki peran yang sangat menentukan kualitas generasi yang akan datang. Ada yang menyebutkan "lost generation" karena memperhatikan kondisi generasi muda dalam keluarga yang kurang beruntung dalam memperoleh kesempatan pemerataan pendidikan. Mereka tidak dapat memperoleh pendidikan yang layak, bahkan mereka terpaksa harus meminta-minta untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan orangtuanya tanpa dapat memilih. Jadi bukan rekayasa genetik saja yang patut diwaspadai dalam mempersiapkan generasi yang akan datang.
 
DAFTAR PUSTAKA

Al-Khalick, Fouad Abd., Randy L. Bell, dkk. 1998. Journal: The Nature of Science and Instructional Practice: Making The Unnatural Natural. John Wiley & Sons, Inc. Sci Ed 82: 417-436, 1998.

McComas, W. F. 1998. The Principal Elements of The Nature of Science: Dispelling The Myths. Adapted from the chapter The Nature of Science in Science Education, 53-70. Kluwer Academic Publishers, 1998.

Rustaman, N.Y. 2006. Literasi Sains Anak Indonesia 2000 & 2003. Makalah
disajikan dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Pusat Peniliaian Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Nasional..

Rustaman, N. Y. Tanpa tahun. Pendidikan Biologi dan Trend Penelitiannya. FPMIPA UPI.

Salam, B. 1997. Logika Materiil: Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Suriasumantri, J. S. 2005. Filsafat Ilmu: Sebuah pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar harapan.

Suwarno, W. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.